Pendidikan merupakan "agent of change" bagi
masyarakat, teruatama bagi generasi muda sebagai penerus bangsa. Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, baik
itu negara maupun pemerintah, maka sepantasnya bila proses pendidikan hendaknya
selalu memiliki orientasi ke depan bagi pemenuhan kebutuhan manusia di setiap zamannya, terutama bagi
kepentingan generasi muda yang akan hidup dan dituntut untuk mampu menjawab
persoalan pada masa yang akan datang.
Berangkat dari kerangka ini, maka
upaya pendidikan yang dilakukan baik oleh suatu kelompok, golongan, bangsa, dan
negara selalu harus memiliki hubungan yang signifikan bagi gambaran (prediksi)
perkembangan zaman dimasa mendatang, oleh karena itu bahwa proses pendidikan
tidak bisa bersifat statis, proses pendidikan harus mampu
merespon perubahan, baik perubahan zaman maupun perubahan masyarakat.
Dengan demikian, wajar kalau pendidikan harus selalu didesain mengikutiirama perubahan, kalau tidak pendidikan akan ketinggalan. Untuk itu, maka
tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan di setiap jenis dan
jenjang pendidikan (termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam). Pembaharuan pendidikan harus selalu
mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum,
proses, fungsi, tujuan, manajemen lembaga, sumber daya pengelola pendidikan.
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh
untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di
sini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk
menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui
pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan
yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan
tertuju pada terbentuknya manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan
tunduk kepada Allah semata.
Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki
penduduk ratusan juta jiwa. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam. Menurut sebuah perhitungan manusia Muslim Indonesia adalah
jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Jika dibanding dengan
negara-negara Muslim lainnya, maka penduduk Muslim Indonesia dari segi jumlah
tidak ada yang menandinginya. Jumlah yang besar tersebut sebenarnya merupakan
sumber daya manusia dan kekuatan yang sangat besar, bila mampu dioptimalkan peran dan kualitasnya. Jumlah
yang sangat besar tersebut juga mampu menjadi kekuatan sumber ekonomi yang luar
biasa. Jumlah yang besar di atas juga akan menjadi kekuatan politik yang cukup
signifikan dalam percaturan nasional.
Namun realitas membuktikan lain, jumlah manusia Muslim
yang besar tersebut ternyata tidak memiliki kekuatan sebagaimana seharusnya
yang dimiliki dan belum didukung oleh kualitas dan kekompakan serta loyalitas
manusia Muslim terhadap sesama, agama, dan para fakir miskin yang sebagian
besar adalah kaum Muslimin juga. Kualitas manusia Muslim belum teroptimalkan
secara individual apalagi secara massal. Kualitas manusia Muslim Indonesia
masih berada di tingkat menengah ke bawah. Memang ada satu atau dua orang yang
menonjol, hanya saja kemenonjolan tersebut tidak mampu menjadi lokomotif bagi
rangkaian gerbong manusia Muslim lainnya. Apalagi bila berbicara tentang
kekompakan dan loyalitas terhadap agama, sesama, dan kaum fakir miskin.
Sebagian besar dari manusia Muslim yang ada masih berkutat untuk memperkaya
diri, kelompok, dan pengurus partainya sendiri. Ini terbukti dengan banyaknya
para koruptor yang berkeliaran di Indoneisa. Masih sangat sedikit manusia
Muslim Indonesia yang berani secara praktis-bukan hanya orasi belaka-memberikan
bantuan dan pemberdayaan secara tulus ikhlas kepada sesama umat Islam,
khususnya para kaum fakir miskin.
Paradoksal fenomena di atas, yakni jumlah manusia
Muslim Indonesia yang sangat besar akan tetapi tidak memiliki kekuatan
ideologi, kekuatan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan budaya, dan kekuatan
gerakan adalah secara tidak langsung merupakan dari hasil pola pendidikan Islam
selama ini. Pola dan model pendidikan Islam yang dikembangkan selama ini masih
berkutat pada pemberian materi yang tidak aplikatif dan praktis. Bahkan
sebagian besar model dan proses pendidikannya terkesan “asal-asalan” atau tidak
professional. Selain itu, pendidikan Islam di Indonesia negara tercinta mulai
tereduksi oleh nilai-nilai negatif gerakan dan proyek modernisasi yang
kadang-kadang atau secara nyata bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Tulisan
ini mencoba untuk memberikan gambaran secara global tentang pendidikan Islam
Indonesia saat ini sebagai landasan awal untuk meneropong moralitas bangsa di
masa depan. Moralitas masa depan bangsa menjadi sangat penting untuk
diteropong, karena didasarkan pada asumsi awal sebagian pakar yang berpendapat
bahwa salah satu faktor penyebab atau “biang keladi” terjadi dan berlangsungnya
krisis multidimensional negara Indonesia adalah masalah moralitas bangsa yang
sangat “amburadul” dan tidak “karu-karuan”.
Seiring perjalanan sejarah, pendidikan Islam dari tahun
ke tahun semakin mengalami perkembangan. Apalagi setelah muncul dua organisasi
besar Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Kedua organisasi ini bergerak
dalam bidang dakwah melalui pendidikan, ada yang dengan sistem klasik dan ada
yang modern.
Walaupun jalan yang ditempuh oleh kedua organisasi ini
dalam mengembangkan pendidikan Islam berbeda, akan tetapi tetap tujuan utamanya
sama, yaitu sama-sama ingin menjadikan Islam tetap berkembang di Indonesia
melalui cara-cara yang menurut masing-masing biasa dilakukan. Sekarang kita
melihat kondisi pendidikan Islam di era modern ini, apakah metode atau jalan
yang ditempuh oleh Muhammadiyah dan NU, yang dulunya berbeda tersebut sekarang
bisa mengarah pada persatuan dan menimbulkan kesadaran pada masing-masing pihak.
Kita lihat sekarang Muhammadiyah yang pada mulanya tidak terlalu berkecimpung
dalam dunia Pesantren dalam mengembangkan pendidikan Islam, akan tetapi
sekarang sudah mulai memperhatikannya bahkan sudah banyak pesantren-pesantren
yang didirikan Muahammadiyah. Kesadaran ini muncul setelah nampak di
tengah-tengah Muhammadiyah apa yang dinamakan dengan “krisis ulama”. Adapun NU
yang pada mulanya banyak mencurahkan perhatiannya terhadap dunia Pesantren
dalam mengembangkan pendidikan Islam, sekarang sudah mulai sadar akan
pentingnya dunia sekolah yang cenderung modern dan mengikuti perkembangan
zaman, apalagi di era yang teknologinya serba canggih. Realitas saat ini,
keterpurukan dan keterbelakangan pendidikan nasional saat ini tentu mempunyai
dampak yang signifikan terhadap pendidikan Islam. Walaupun pada dasarnya secara
historis saat ini pendidikan Islam mengalami perubahan-perubahan dan
perkembangan yang signifikan juga dibanding dengan kondisi pendidikan Islam
sebelumnya yang berlaku di Indonesia.
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat, maka pendidikan Islam dituntut untuk bergerak dan
mengadakan inovasi-inovasi dalam pendidikan. Mulai dari paradigma, sistem
pendidikan dan metode yang digunakan. Ini dimaksudkan agar perkembangan
pendidikan Islam tidak tersendat-sendat. Sebab kalau pendidikan Islam masih
berpegang kepada tradisi lama yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan IPTEK, maka pendidikan Islam akan buntu.
Adapun agar pendidikan Islam terus berkembang dan selalu
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu adanya
integrasi antara pendidikan Islam Tradisional (pesantren) yang sepanjang
sejarahnya dikembangkan oleh NU dan pendidikan Islam modern yang dikembangkan
oleh Muhammadiyah. Pendidikan pesantren diharapkan untuk tetap dapat menjaga
originalitas ulama. Sedangkan pendidikan Islam modern diharapkan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan IPTEK. Dalam kaedah usul dikatakan “al-muhafadhah ‘alal qadimis saleh wal akhdu
biljadidil ashlah” (menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi
baru yang lebih baik).
Selain itu juga perlu adanya rekonstruksi metode atau model pembelajaran yang digunakan di dalam pendidikan Islam. Ini diharapkan
dapat mengikuti tuntutan anak modern yang selalu kritis dan lebih berpikiran
maju dari anak zaman dahulu yang cenderung manut dan tunduk terhadap apa yang
disampaikan guru. Pendidikan Islam ke depan harus lebih memprioritaskan kepada
ilmu terapan yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan
tetapi juga dalam bidang teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini,
khususnya sistem pendidikan Islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan
duniawi dengan urusan ukhrowi, ada pemisahan antara keduanya. Sehingga dari
paradigma yang salah itu, menyebabkan umat Islam belum mau ikut andil atau
berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan
agama, begitu juga sebaliknya. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan
dari segi normatif (bagaimana seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari
segi objektifnya (bagaimana adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering
kali umat Islam phobia dan merasa
sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada pemisahan
antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya
berorientasi dunia saja.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan
agama dan dunia. Dalam Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas
dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama
lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai
segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek
itu ialah al-Qur`an dan as-Sunnah.
Saat ini bangsa Eropa dan Amerika sedang berada pada
posisi atas, mereka memegang peran yang signifikan dalam penguasaan seluruh
tataran kehidupan di dunia. Hal ini sesuai dengan Sunatullah yang menyebutkan
bahwa, akan ada pergiliran kekuasaan di antara manusia dan ini adalah sebuah
kepastian. “Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran) …” Namun pergiliran ini terjadi, selain atas izin Allah, juga
bergulir sesuai dengan sunatullah yang lain yaitu usaha keras bangsa Eropa dan
Amerika dalam penguasaan berbagai macam disiplin ilmu, salah satunya adalah
sains.
Oleh karena itu, umat Islam harus mengusahakan agar
roda itu terus berputar hingga suatu saat nanti giliran umat Islam berada pada
posisi di atas dengan cara memadukan Islam dan sains melalui sistem pendidikan.
Sehingga umat Islam dapat menggenggam dunia dengan sistem yang lebih baik dari
sekarang. Dan perlu diingat, bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum, kecuali kaum itu yang merubah keadaannya sendiri.
Sekali lagi, Islam bukanlah agama sekuler yang
memisahkan urusan agama dan dunia. Oleh sebab itu, marilah kita melakukan
rekonstruksi untuk menuju dan ikut serta menorehkan tinta emas dalam percaturan
sejarah nasional. Marilah kita bersatu, baik dari kalangan pesantren
(tradisional) maupun dari kalangan akademisi (modern) untuk membangun warisan
bangsa ini, jangan hanya cuma bisa berkoar-koar dan berpangku tangan saja,
jangan sampai kita umat Islam terpecah-belah satu sama lainnya.
Sumber gambar: www.kp-3.net
0 komentar:
Posting Komentar